Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) menggugat UU Pemilu soal presidential threshold (PT) 20% ke Mahkamah Konstitusi. PAN sepakat UU Pemilu yang mengatur syarat ambang batas pencalonan presiden sebesar 20% harus direvisi.

“Sudah beberapa kali ada gugatan soal pasal 222 UU Pemilu yang berkaitan dengan presidential threshold 20%. Namun MK tetap konsisten menolak gugatan tersebut,” kata Wakil Ketua Umum (Waketum) PAN Viva Yoga Mauladi kepada wartawan, Kamis (26/1/2023).

Viva mengungkit putusan MK yang menolak lantaran kewenangan pengaturannya ada di DPR sebagai lembaga legislatif. “Karena alasan MK secara yuridis konstitusional hal tersebut bukan kewenangannya, melainkan menjadi kewenangan pembuat undang-undang, dalam hal ini DPR dan Pemerintah. Soal PT adalah open legal policy, kata MK,” lanjut Viva.

Meskipun demikian, Viva menilai banyaknya gugatan terhadap presidential threshold dapat dimaklumi. Dia mengungkit sikap PAN yang juga menolak pengaturan presidential threshold saat RUU Pemilu hendak disahkan di paripurna DPR pada 2017.

“Adanya banyak gugatan atas tingginya nilai PT adalah sesuatu yang rasional dan dapat diterima secara akademis. PAN sejak pembahasan RUU Pemilu di Pansus DPR di tahun 2017 lalu tetap konsisten menolak pemberlakuan PT tetapi kalah suara di voting rapat paripurna DPR,” ujarnya.

Viva mengatakan partainya menolak pemberlakuan presidential threshold karena mempersempit ruang kontestasi Pemilu 2024. Selain itu, menurutnya, ruang kontestasi yang sempit itu menyebabkan konflik horizontal secara keras.

“Alasannya, pertama, pemberlakuan PT 20% menghambat tumbuhnya jumlah calon pemimpin nasional untuk berkontestasi karena ruang kompetisi menjadi sempit,” katanya.

“Kedua, masyarakat tidak diberi banyak alternatif dalam menentukan pilihan calon pemimpin nasional sehingga proses kompetisinya terkadang vis a vis, yang menyebabkan terjadi konflik horizontal secara keras,” sambungnya.

Alasan lainnya, kata Viva, pemberlakuan presidential theeshold 20% membuat parpol diposisikan sebagai kekuatan dominan yang menghambat kehidupan demokrasi. Dengan berbagai alasan tersebut, Viva mendorong parpol memiliki kesadaran bersama untuk segera merevisi pemberlakuan presidential threshold 20%.

“Ketiga, memosisikan partai politik sebagai kekuatan hegemonik dan penghambat kehidupan demokrasi karena tidak menyediakan udara bebas berkontestasi sehingga muncul hawa politik yang pengap,” tutur Viva.

“Ke depan, tentunya akan menjadi kajian dan catatan serius dari seluruh partai politik agar ada kesadaran dan pemikiran bersama untuk merevisi tingginya PT di pemilu presiden selanjutnya,” lanjut dia.

PKN Gugat PT 20%

Diketahui Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) menggugat UU Pemilu ke MK. PKN berharap parpol non-Senayan yang berlaga di pemilu bisa mengusung capres 2024.

PKN menggugat Pasal 222 UU Pemilu yang berbunyi:

Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

“Menyatakan pasal 222 UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai ‘untuk partai politik yang disahkan Komisi Pemilihan Umum sebagai peserta pemilu pada periode pemilu tersebut yang belum memiliki kursi dan belum memiliki suara sah nasional dari pemilu sebelumnya, dinyatakan dapat mengusulkan calon presiden dan wakil presiden, baik sendiri maupun gabungan partai politik, tanpa persyaratan yang dimaksud dari ketentuan ini’,” demikian bunyi permohonan PKN yang dilansir website MK, Selasa (24/12023).

PKN beralasan pasal 222 yang dikenal dengan pasal presidential threshold itu dinilai tidak demokratis. Sebab pemilu legislatif dan pemilu presiden digelar serentak pada waktu yang sama. Sehingga parpol non-Senayan yang baru ikut Pemilu 2024 tidak bisa mengusung capres sendiri.

(fca/gbr)